Senin, 15 Agustus 2011

ALFIR NATA


 (AL)LAH BER(FIR)MAN (NA)BI BERTI(TA)H

Editor : Shaff Ra Alisyahbana Dt Malako
ALFIR..........................
1.Fain tanaaza’tum fie syai in farudduhu ilallahi wa rasulihiin 
kuntum tu’minuna billahi wal yaumil akhiri.
2. Wa maa atakumur Rasulu fakhuzuhu wama nahakum
‘anhu fattahuu.
3. Afalaa yatabbarunal Qur”ana walau kana min ‘indi ghairillahi
lawajadu fihi ikhtilaafan katsiran.
4.         Wa laa taqfu maa laisa laka bihi ‘ilmun.
........................... artinya ..........................
1. Jika kamu berselisih dalam sesatu perkara maka kembalilah 
kepada ajaran Allah dan hari akhirat ( An – Nisa ayat 59 ).
2. Segala apa yang diperintahkan Rasul laksanakanlah
dan segala apa yang diklarangnya
hentikanlah ( Al- Hasyr ayat 7 ).
3. Apa sebab mereka itu tidak mempelajari Al-Qur”an, 
andaikata Al – Qur”an itu bukan datang dari Allah 
selisihan ( An – Nisa ayat 82 ).
4. Jangan sampai engkau turut sesuatu yang tentang
seluk beluknya engkau mempunyai cukup ilmu ( Al- Isra ayat 32 ).
........................NATA
Taraktu fiekum amraini maa ini’tashamtum bihimaa lan tadhillu :
Kitabullahi wa Sunnata Rasulihi.
Aku telah tinggalkan untukmu dua perkara yang
jika kamu sekalian pegang teguh, 
kamu tidak akan sesat : 
yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
( Nata, riwayat Hakim dari Ibnu Abbas ).
.............................. artinya ...............................
       Manijtahada fa ashaba falahu ajran wamanijtahada
fa akhtha a falahu ajrun wahidun.
Siapa yang berijtihad dan benar maka ia memperoleh
dua pahala, dan siapa yang berijtihad tetapi salah,
maka ia hanya menerima satu pahala ( Sabda Rasul ).

ALFIR NATA tidak ada kaitannya dengan RANAH NATA dan
itu hanyalah secara kebetulan. 
ALFIR yaitu Allah ber-Firman yang terkumpul di dalam AL – QUR”AN , 
sedangan NATA adalah Nabi  ber- Titah yang terkumpul dalam
AL – HADIST yang biasa juga disebut SABDA RASUL.
QURDIST ( AL- QUR”AN & AL – HADIST ) merupakan dua pusaka
yang  ditinggalkan Nabi Muhammad SAW kepada ummatnya, 
dan jadilah kita pengikut Nabi Muhammad SAW
yang disebut MUHAMMADIYAH (bukan organisasi).

1. Al- Qur”an di surat An-Nahl ayat 125 berbunyi :
Ud’u ilaa sabili Rabbika bilhikmati walmau’izhatil hasanah
wajadilhum billaty hiya ahsana inna Rabbika huwa 
‘alamu biman dhalla ‘an sabilihi wa huwa ‘alamu bilmuhtadien.
Serulah manusia kejalan Tuhanmu dengan cara bijaksana 
dan dengan pengajaran pendidikan yang baik dan berdebatlah
dengan mereka dengan cara yang lebih baik

2. Al-Qur’an di surat Al-‘Araf ayat 3, Al-An’am ayat 106 
dan Al-Hasyr ayat 59  berbunyi :

a. Ittabi’u maa unzila ilaikum min Rabbikum wa laa 
tattabi’u min dunihi awliya a qalilaan maa tazdakkarun.
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu
dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain 
Nya amat sedikit kamu mengambil pelajaran dari padanya.
QS Al-‘Araf ayat 3.

b. Ittabi’ maa uhiya ilaika min Rabbika laa ilaha illa huwa
wa ‘aridh ‘anil musyrikin.
Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari 
Tuhanmu Tidak ada Tuhan selain Dia dan berpalinglah 
dari orang-orang musyrik.
QS Al-An’am ayat 106.

c. Wa maa atakumur Rasulu fakhuzuhu wamaa nahakum
'anhu Fantahuu wattaqullaha innallaha syadidul ’iqab.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu,maka terimalah dan
apa yang dilarangnya bagimu,maka tinggalkanlah dan 
bertaqwalah kepada Allah .
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman Nya
QS Al-Hasyr ayat 59.

Berdasarkan suatu pesan tautan yang berbunyi :
Al –‘Ulama warasatil Anbiya yang artinya Ulama adalah pewaris Nabi,
tapi zaman sekarang banyak Ulama yang bukan mewarisi Nabi, 
tetapi ada yang langsung menyatakan dirinya adalah nabi seperti
Syekh Siti Jenar, al- Hallaj dan Mirza Ghulam Ahmad
yang berarti melebihi Nabi.

Berikut disampaikan beberapa FATWA ULAMA sebagai berikut  :

1. Idza shahhal haditsu fahuwa madzabiy
Apabila kita dapati telah shah Hadits, maka itulah mazhabku.
(Fatwa Imam Asy – Syafi’i )

2. Idza shahha ‘indakumul haditsu faquuluuly kay  adzaba ilaihi.
Apabila telah shahih Hadist ada padamu, maka katakanlah
Kepadaku,agar aku dapat pergi menuju kepadanya
(Fatwa Imam Ahmad bin Hanbal)

3. Haramun ‘ala man lam ya’rifu dalily an yuftiya bikalaami.
Terlarang bagi orang yang tidak mengetahui dalilku untuk
memberi fatwa dengan perkataanku.
(Fatwa Imam Abu Hanifah )

4.Unzhur fihi fainnahu dynun wamaa min ahadin illa ma’khudzu
min kalamihi wa mardudun ‘alaihi illa shahibu hadzal qabri.
Nilailah ijtihadku ini oleh karena mengenai perkara agama,
jangan terus diterima saja. Tidak seorang manusia kecuali
dapat diterima perkataannya  dan dapat pula ditolak, kecuali
manusia yang dimakamkan dalam kuburan ini yakni Rasulullah
yang titahnya harus diterima dan tidak boleh ditolak.
( Fatwa Imam Malik )

5.Innama ana basyarun ukhty u wa ushibu fanzhuruu 
fie ra’iy fakullama wafaqal kitaba wassunnata fakh 
dzu bihi wa kullama yuwafiqii kitaba
wassunnata fatrukuhu.
Saya ini manusia biasa,dapat salah dan dapat benar. 
Karena itu nilailah pendapatku dan setiap 
sesuai dengan Kitab dan Sunnah maka terimalah 
dan jika tidak sesuai dengan Kitab dan Sunnah
maka tinggalkanlah.
( Fatwa Imam Malik )

6. Idza ra aitum kalamy yukhjalifu kalama Rasulullah 
fa’maluu bikalamy Rasulillahi wadhribuu bikalamyl haith.
Jika kamu sekalian berpendapat bahwa perkataan saya 
(fatwa) menyalahi perkataan (titah) Rasulullah,
maka amalkanlah perkataan (titah) Rasulullah 
dan perkataan saya (fatwa) itu
lemparkan saja keluar pagar.
( Fatwa Imam Asy Syafi’i )

7. Waqaala lirrabi’i : Laa tuqallid fy kulli ma aquulu 
wanzhur fy dzalika  linafsika fainnahu dynun.
Berkata Imam Syafi’i kepada Rabi’ muridnya : 
Janganlah engkau bertaqlid padaku tentang tiap apa 
yang ku katakan, melainkan engkau sendiri harus 
memikirkan (menyelidiki) dalam perkara itu,
 karena itu sesuatu mengenai agama
( Fatwa Imam Asy Syafi’i )

8.       Idza shahhal haditsu fahuwa madzhaby.
Jika sesuatu Hadits ternmyala shahih,maka itulah mazdhabku
( Fatwa Imam Abu Hanifah )

9. Laa yahillu taqlidu ahadin siwanabiyyi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tiada halal bertaqlid kepada seseorang selain Nabi SAW.
( Fatwa Imam Ahmad bin Hambal )

10.Unzhuruu fy amri dynikum fainnat taqlida bighairi 
ma’shumin mazdmumun wafihi.
Berfikirlah (selidikilah) dalam perkara agamamu,sebab taqlid
Kepada orang yang tidak ma’shum oitgu tercela dan
membuta tulikan hati sanubari.
( Fatwa Imam Ahmad bin Hambal )

11.Qabihun ‘ala man ‘uthiya syam’atan yastadhy u biha 
an yuthfiahaa  wa yamsyia mu’tamidan ‘ala ghairihi.
Tercela sekali orang yang telah diberi pelita untuk 
dijadikan penerangan tetapi dia sendiri padamkan
pelita itu lalu ia berjalan bergantung pada orang lain.
( Fatwa Imam Ahmad bin Hambal )

12. Laa tuqallid nie walaa tuqallid malikan walaal ‘auza’i 
walaan nakha’i walaa ghairahum wa khudzil ahkaama
min haitsu akhadzuu.
Janganlah sekali-kali engkau taqlid kepadaku,
jangan pula taqlid kepada Imam Malik jangan pula
kepada Imam ‘Auza’i dan jangan
pula kepada Imam Nakba’i serta jangan pula
kepada lain-lainnya.
Ambillah hukum langsung dari mana mereka
mengambil yaitu Al-Qur”an dan Al Hadits.
( Fatwa Imam Ahmad bin Hambal )

Pada zaman sekarang ini banyak yang lebih mengutamakan
yang Sunnah  ketimbang suatu kewajiban 
dengan jalan menghitung-hitung pahala sesuai 
dengan Hadist atau Fatwa Ulama.
Salah satu contoh pelaksanaan Shalat Tarawih yang 
sampai 39 rakaat yang dicontohkan dimasa 
Khalifah Umar ibnul Khaththab,
dengan berbagai embel-embel bacaan selingan ,
sedangkan yang pernah dikerjakan Nabi terbanyak
13 raka’at dan yang sering dikerjakan
Nabi Muhammad SAW adalah 11 rakaat
2+2+2+2+3 atau 4+4+3 sesuai dengan Hadist
yang berbunyi :

‘An Abdullah bin Abi Qais qala : Qultu li ‘Aisyata 
radhiyallah anha bikum, 
kana Rasulullah Shal’am yutiru ? Qalat :
Kana yutiru bi ‘arba’in wa
tsalatsin wa sittin wa tsalatsatin wa tsamaanin wa 
tsalatsin wa ‘asyrin
 wa tsalatsin wa lam yakun yutiru bi anqasha 
min sab’in wa laa  aktsara min tsalatsa ‘asyrata.
Dari Abdullah bin Abi Qais ia berkata ;
Berapa raka’at Rasulullah SAW
Shalat Witir (Shalat Layl) ?. Siti ‘Aisyah menjawab
“ Rasulullah Shalat
 Witir 4 raka’at dan 3 raka’at atau 6 raka’ats 
dan 3 raka’at.
Rasulullah SAW tidak pernah Shalat Witir kurang 
dari 7 raka’at
dan tidak pernah lebih dari 13 raka’at
( HR Abu Dawud dari Abdullah bin Qais).

Catatan : Tulisan ini bukan gugatan atau memperkeruh masalah,
tapi sekedar untuk dapat kita ketahui bersama berdasarkan
Al-Qur”an dan Al- Hadist yang penulis istilahkan ;
ALFIR NATA = Allah ber Firman, Nabi ber Titah/Sabda .
Penulis dengan dasar menghargai semua pendapat
 dan terserah masing-masing mengamalkannya, apakah dia
 mengikuti amalan Nabi atau Ulama yang mengerjakannya.
Jangan kita memperdebatkan masalah yang Sunat,
sementara yang wajib teringgal.
Mengapa kita selalu mengkaji dan menghitung-hitung pahala ,
sedangkan kewajiban tertinggal.
Apakah kita
“ MELAKSANAKAN KEWAJIBAN ATAU MENCARI PAHALA “ 
Sebagai contoh, betapa banyaknya manusia yang ikut 
melaksanakan Shalat Tarawih (Qiyamul Layl)
dan Shalat ‘Idain (Idul Fithri dan ‘Idul Adhha) ,
 tetapi jarang mendirikan Shalat Wajib yang lima waktu
sehari semalam dan banyak juga diantaranya tidak berpuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar